Pacaran? Ini Pandangan Gereja

Pacaran? Siapa yang tidak tahu dengan kata itu? Pacaran sudah menjadi hal yang lazim dalam kehidupan anak zaman ini. Bukan hanya anak usia remaja, anak yang duduk di bangku SD pun sudah mengenal ketertarikan dengan lawan jenis. Pacaran harus didasari oleh alasan yang jelas, karena pada umumnya pacaran adalah satu jenjang sebelum menuju ke pernikahan. Menjalin hubungan tanpa dasar yang jelas akan menimbulkan berbagai masalah dalam hubungan tersebut.

Masalah yang banyak muncul di dunia "pacaran" anak zaman sekarang adalah pergaulan bebas. Tahukah kamu, survei Komisi Perlindungan Anak pada 2010 terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia, ditemukan 93% remaja pernah berciuman, 62,7% pernah berhubungan badan, dan 21% remaja telah melakukan aborsi. Inikah pacaran yang seharusnya? Bagaimana pandangan Gereja mengenai pacaran yang sehat?

Apa itu pacaran?
Pacaran memang memberikan rasa yang tak bisa diungkap dengan kata-kata. Rasa itu timbul seiringnya kematangan hormon-hormon seksual dalam diri seseorang. Kebersamaan dengan teman lawan jenis memunculkan perasaan suka yang berbeda. Maka ketika dua insan berlawanan jenis, merasa aman dan nyaman satu sama lain, dan selalu ingin menghabiskan waktu bersama, relasi ini yang disebut pacaran. Perasaan itu tidak muncul sendirinya. Perasaan itu merupakan anugerah Tuhan yang diberikan untuk manusia.
Mengapa pacaran?
Simple, karena Tuhan yang memberikan anugerah untuk saling mencintai. Anugerah yang diberikan Tuhan tidak bisa semena-mena digunakan tanpa batas kendali. Maka sangat baik jika memiliki motivasi yang benar dalam menjalin hubungan. Motivasi yang benar dalam berpacaran mengarahkan kepada relasi yang sehat dan memuliakan martabat sebagai manusia sesuai dengan tugas dan panggilan yang Tuhan berikan. Pacaran yang sehat didasari oleh kasih yang tulus dan kebutuhan untuk menemukan pasangan hidup yang tepat, di mana kedua insan berusaha saling mengenal pribadi satu sama lain, untuk kemudian menikah dan membentuk keluarga. Sebaliknya, berpacaran sekedar untuk status, demi egoisme pribadi, atau untuk memuaskan dorongan seksual semata, akan menghancurkan relasi dan menodai anugerah cinta kasih yang Tuhan berikan. So guys, jika kalian mengalami sakit hati, rasa bersalah, rusaknya hubungan baik, bahkan kehamilan di luar nikah, bertanyalah apakah aku berada di relasi yang sehat?
Bagaimana pacaran yang baik?
Pacaran yang sehat melibatkan sebuah proses. Tentu merupakan proses yang banyak dan cukup panjang. Bagaimana mungkin kita menginginkan suatu pernikahan yang bahagia jika membangunnya dengan asal-asalan? Pacaran ibarat suatu 'simulasi kecil' membangun suatu rumah tangga. Beberapa contoh proses yang dialami untuk mewujudkan pacaran yang baik adalah:
1. Belajar untuk mencintai
Cinta harus saling melengkapi. Tidak bisa kita terus menerus mencintai karena menerima (eros), tetapi kita juga harus belajar mencintai dengan memberi (agape). Kunci untuk bisa memberikan kasih dengan memberi adalah ketulusan. Semakin tulus kita mencintai pasangan kita, maka kita semakin mudah mencintai tanpa pamrih. Ingat, ini suatu hubungan antar dua pribadi, maka keduanya harus mencintai tanpa pamrih, bukan hanya salah satu.
2. Belajar membedakan hak dan kewajiban
Meskipun menjalin relasi, bukan berarti kita memiliki kuasa untuk mengatur pasangan kita. Salah satu kewajiban utama dalam berpacaran adalah tetap menjaga kemurnian satu sama lain. Jadi ketika kamu atau pasanganmu 'minta jatah' untuk berhubungan seksual, itu justru melanggar kewajiban utama dalam pacaran. Sekali lagi itu melanggar kewajiban! “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Petrus 1:14-16). Memang usia muda tidak harus matang dalam iman, tetapi tidak memperjuangkan hidup kudus dengan alasan masih muda bukanlah alasan yang bijak. Justru masa muda adalah waktu yang tepat untuk belajar menjadi manusia dewasa yang seutuhnya, seperti pada 2 Tim 2:22, “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni.”

Ada hak, ada pula kewajiban. Salah satu contoh hak yang sehat untuk dipenuhi ketika pacaran adalah merencanakan masa depan bersama. Eitts hal ini bukan hal yang sepele lho. Kita perlu ingat bahwa perkawinan Katolik adalah perkawinan yang tak terceraikan (apa yang dipersatukan Allah, jangan diceraikan manusia). Mungkin kita sering bertanya: "tapi kan masih muda, masih jauh dari kata 'nikah', nanti-nanti saja lah memikirkan pernikahan, jalani aja dulu." Buang jauh-jauh pemikiran kaya gitu, karena kalau kita masih memikirkan hal remeh seperti itu, justru kita belum siap untuk pacaran.
3. Belajar menjadi realistis
Kata orang, nikmatnya pacaran bisa serasa dunia milik berdua saja. Berbagai hal lain tidak mengganggu, yang ada hanyalah kebahagiaan cinta. Apa benar seperti itu? Boleh saja kita menikmati hubungan dengan pasangan yang telah kita pilih, namun kita tidak bisa memungkiri realita kehidupan yang tidak hanya manis seperti romantisme sinetron. Sadarilah kita masih memiliki kehidupan pribadi, studi, pekerjaan, dan keluarga kita masing-masing. Sesekali waktu luangkan waktu untuk kehidupan pribadi dan orang-orang yang ada di sekitar kita. Kita juga masih memiliki Tuhan dan kepercayaan yang kita imani hingga saat ini. Maka sangat baik jika pasangan muda dan mudi adalah pasangan yang seiman. (Artikel tentang pacaran seiman akan diposting setelah ini). Dengan memiliki pasangan yang seiman, maka kita bisa merayakan perayaan ekaristi dengan pasangan, ataupun melakukan pelayanan bersama. Remember guys, Tuhan yang memberikan perasaan dan pasangan yang kamu miliki saat ini. Jangan lupakan Tuhan.

Sudah membaca penjelasan di atas? Semoga teman-teman semakin mengerti bagaimana menjalin relasi dengan lawan jenis yang semestinya. Pacaran bukan hanya untuk senang-senang, bermain-main, atau hanya sekedar gengsi. Berpacaran membutuhkan komitmen untuk setia, tekun, dan terbuka terhadap berbagai proses yang akan dihadapi bersama dengan pasangan. Pacaran juga butuh komitmen dan tanggung jawab yang besar. Jangan terburu-buru pacaran, jika belum siap dan belum memiliki motivasi yang jelas. Bagi kalian yang sudah berpacaran, ingatlah akan hak dan kewajibanmu satu sama lain. Ingat kembali motivasi awal kalian untuk menjalin hubungan, dan setialah dalam proses hingga nantinya mengucap janji di depan altar Tuhan. God bless you guys!!

Sumber: katolisitas.org


 19/12/2018

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

#1 Sakramen Baptis: Awal Hidup Baru

Sakramen: Tanda Nyata Misteri Kristus